BAB 1
PERENCANAAN DAN MANAJEMEN RITEL
1. GAMBARAN UMUM TENTANG RITAIL
Pengertian Retail
Retail adalah penjualan dari
sejumlah kecil komoditas kepada konsumen.
Retail berasal dari bahasa
Perancis yaitu ” Retailer” yang berarti ” Memotong menjadi kecil kecil” (Risch,
1991 ).
Sedangkan menurut Gilbert (2003)
Retail adalah Semua usaha bisnis yang secara langsung mengarahkan kemampuan
pemasarannya untuk memuaskan konsumen akhir berdasarkan organisasi penjualan
barang dan jasa sebagai inti dari distribusi
Dalam kamus Bahasa Inggris –
Indonesia, Retail bisa juga di artikan sebagai “Eceran”
Pengertian Retailing adalah semua
aktivitas yang mengikut sertakan pemasaran barang dan jasa secara langsung
kepada pelanggan
Pengertian Retailer adalah semua
organisasi bisnis yang memperoleh lebuh dari setengah hasil penjualannya dari
retailing ( lucas, bush dan Gresham, 1994)
Klasifikasi Retail
Menurut Pintel dan Diamond
(1971), Retail dapat di klasifikasikan dalam banyak cara, sebagai contoh Retail
dapat di kelompokkan sesuai dengan aktivitas penjualan barang berdasarkan sbb :
- Retail Kecil
Bisnis Retail kecil di gambarkan
sebagai retailer yang berpenghasilan di bawah $500 pertahun. Pemilik retail
pada umumnya bertanggung jawab penuh terhadap seluruh penjualan dan manajemen.
Biasanya kebanyakan pemilik toko
pada bisnis retail kecil ini dimiliki oleh secara individu (Individual
Proprietorship)
- Retail Besar
Pada saat ini industri Retail di
kuasai oleh organisasi besar, organisasi tersebut meliputi : Departemen Store –
Chain organization (organisasi berantai), Supermarket, Catalog Store, Warehouse,
Outlet dan Online Store (Toko Online )
Departemen Store merupakan salah
satu dari retailer besar dimana menawarkan berbagai macam jenis produk /
barang, tingkat harga dan kenyamanan dalam berbelanja.
2. SALURAN PEMASARAN RITAIL
Yang membedakan Retail Multilevel
& Retail Konvensional adalah strategi pemasarannya, strategi strategi yang
di implementasikan tujuannya adalah, tidak lebih tidak kurang yaitu menyediakan
produk yang diproduksi dari pabrik kepada konsumen akhir.
Strategi yang diaplikasikan oleh
Retail konvensional adalah melalui media iklan secara gencar melalui media
massa / radio / televisi. untuk mempromosikan produknya, oleh sebab panjangnya
proses distribusi yang dilaluinya.
Strategi yang diaplikasikan oleh
Retail Multilevel adalah melalui individu per individu, yang dimana testimoni /
positive word of mouth menjadi media promosi utama Retail Multilevel, terkadang
media media lain juga digunakan, tetapi hal cara promosi yang paling utama
tetap melalui individu individu yang dissupport secara penuh oleh perusahaan ;
dapat melalui sampling produk, seminar / berpromosi pada komunitas komunitas
besar dan lain lain. Kedua jenis retail diatas sama sama memiliki strategi
pemasaran yang baik,
Memilih Saluran Distribusi
Perusahaan harus mengetahui apa
kemauan dan kebutuhan konsumen serta mengetahui cara yang paling tepat untuk
meraihnya. Perusahaan disini harus memiliki orientasi pasar
Ada bebepa yang perlu dijadikan
pertimbangan :
1. Tujuan Organisasi, kapabilitas
serta sumber daya. Perusahaan yang meiliki produk mix banyak harus sedekat
mungkin dengan end usernya dll.
2. Karakteristik Pasar, geografi
semakin jauh jarak maka dibutuhkan perantara yang banyak juga, ukuran pasara,
perilaku konsumenya dll.
3. Attribut Produk , apa perlu
service apa nggak, penyimpanan, ukuran produk , kompleksitas dll.
4. Pengaruh lingkungan , seperti
tingkat persaingan, teknologi dll Competitio, teknologi dll.
Ada tiga tipe startegi distribusi
yang bisa kita gunakan :
1.Distribusi Intensive
Digunakan untuk produk-produk convenience,
dimana produk/ barang perlu tersedia dimana saja (tersebar luas) serta tungkat
utilitasnya tinggi (high replacement). Disini perusahaan memandang ketersediaan
sebagai faktor utama yang mempengaruhi sales. Strategi ini berarti perusahaan
melakukan stocking produk di sebanyak mungkin. Sebagai contoh adalah soft
drink, gum, permen, dll. Produk-produk itu di jual di toko grosir, pompa bensin
sampai warung sebelah rumah.
2. Distribusi Selektif
Sering dipakai untuk
produk-produk yang termasuk katagori shopping product, ketika konsumen
menghbiskan waktu, membandingkan serta memiliki preferrensi tgertentu tgerhadap
merk. Service terhadap konsumen dianggap sangat perlu. Melalui selektif
distribusi, maka perusahaan menyediakan lebih dari satu, tetapi tidak banyak
distribusor. Beberapa merkTelevisi, furniuture serta small appliance
didistribusikan dengan cara ini..
3. Distribusi Eklusif
Digunakan untuk produk-produk
yang termasuk dalam katagori specialty product, dimana koinsumen memiliki
preferensi merk yang kuat, frekuensi poembelian produk jarang serta membutuhkan
service tambahan. Dengan cara ini perusahaan memiliki diustributor yang
terbagats serta masing-masing memiliki hak ekslusif untuk mendistriubuysikan
proiduk perrusahaan di wilayahnya masing-masing. Bias digunaka untuk
poroduk-poroduk mobil, pakain ekslusif..
2. PROSES PERENCANAAN DAN
MANAJEMEN RITAIL
Dalam memilih retail store,
pembeli mempertimbangkan banyak hal. Faktor yang diperhatikan adalah yang
berkaitan dengan kebutuhan ekonominya. Di lain pihak kebutuhan emosional
(seperti gengsi) juga kadangkala mempengaruhi pilihannya.
Faktor-faktor ekonomi yang
relevan dalam memilih retail store antara lain meliputi:
1. Harga.
Ada retail store yang memasang
harga mati seperti supermarket dan departement store) dan ada pula yang
menetapkan harga fleksibel atau dapat ditawar (seperti discount store).
2. Kemudahan
Kemudahan parkir, bisa cepat
pergi setelah membayar, dan mudah mencari barang yang diinginkan (meliputi
proses menemukan, membandingkan, dan memilih).
3. Kualitas produk yang
ditawarkan.
4. Bantuan wiraniaga.
Apakah harus swalayan, membantu
ecara pasif, atau membantu secara aktif.
5. Reputasi
Kejujuran dan kewajaran dalam jual
beli
6. Nilai yang ditawarkan
Yaitu perbedaan total customer
value dan total customer cost. Total customer value adalah sekumpulan manfaat
yang diharapkan pelanggan dari produk dan jasa, meliputi product value
(misalnya keandalan, daya tahan/keawetan, unjuk
kerja), service value (penyerahan
barang, pelatihan, instalasi, perawatan, reparasi), personnel value (kompeten,
responsif, empati, dapat dipercaya), dan image value (citra perusahaan).
Sedangkan total customer cost terdiri dari harga yang dibayarkan,
biaya waktu, biaya tenaga, dan
biaya psikis.
7. Jasa-jasa khusus yang
ditawarkan.
Pengiriman barang gratis,
pembelian kredit dan bisa mengembalikan atau menukar barang yang sudah dibeli.
2 Proses Pembuatan Rencana
1. Menetapkan tugas dan tujuan
Antara tugas dan tujuan tidak
dapat dipisahkan, suatu rencana tidak dapat difrmulir tanpa ditetapkan terlebih
dahulu apa yang menjadi tugas dan tujuannya. Tugas diartikan sebagai apa yang
harus dilakukan, sedang tujuan yaitu suatu atau nilai yang akan diperoleh.
2. Observasi dan analisa
Menentukan factor-faktor apa yang
dapat mempermudah dalam pencapaian tujuan (Observasi) bila sudah diketahui dan
terkumpul, maka dilakukan analisa terhadapnya untuk ditentukan mana yang
digunakan.
3. Mengadakan
kemungkinan-kemungkinan
Faktor yang tersedia memberikan
perencanaan membuat beberapa kemungkinan dalam pencapaian tujuan. Dimana
kemungkinan yang telah diperoleh dapat diurut atas dasar tertentu, misalnya
lamanya penyelesian, besarbya biaya yang dibutuhkan efisiensi dan efektivitas
dan lain sebagainya.
4. Membuat sintesa
Sintesa yaitu alternatif yang
akan dipilih dari kemungkinan-kemungkinan yang ada dengan cara mengawinkan
sitesa dari kemungkinan-kemungkinan tersebut. Kemungkinan-kemungkinan yang ada
mempunyai kelemahan-kelemahan.
Management Bay Objective ( MBO )
Pertama kali diperkenalkan oleh
Peter Drucker dalam bukunya The Practice of Management pada tahun 1954.
Management by objective dapat juga disebut sebagai manajemen berdasarkan
sasaran, manajemen berdasarkan hasil (Management by Result), Goals management,
Work planning and review dan lain sebagainya yang pada intinya sama.
Management by objective
menekankan pada pentingnya peranan tujuan dalam perencanaan yang efektif,
dengan menetapkan prosedur pencapaian baik yang formal maupun informal, pertama
dengan menetapkan tujuan yang akan dicapai dilanjutkan dengan kegiatan yang
akan dilaksanakan sampai selesai baru diadakan peninjauan kembali atas
pekerjaan yang telah dilakukan. Kegiatan MBO singkatan dari management by objective
yaitu proses partisipasi yang melibatkan bawahan dan para manajer dalam setiap
tingkatan organisasi yang dirumuskan dengan bentuk misi atau sasaran, yang
dapat diukur dimana penggunaan ukuran ini sebagai pedoman bagi pengoperasian
satuan kerja.
Sistem Management By Objective
Yang Efektif
1. Adanya komitmen para manajer
tujuan pribadi dan organisasi, sehingga dia harus berjumpa dengan bawahannya
untuk memberikan penetapan tujuan dan menilainya.
2. Penetapan tujuan manajemen
puncak yang dinyatakan dalam nilai tertentu yang dapat diukur, sehingga antara
manajer dan bawahan mempunyai gagasan yang jelas tentang apa yang diharapkan
oleh manajemen puncak, sehingga dapat diketahui antara individu dengan tujuan
organisasi secara keseluruhan.
3. Tujuan perseorangan, dimana
antara manajer dan bawahan harus merumuskan tujuan bersama dan tanggung jawab
terhadap bagiannya secara jelas guna memahami tentang apa yang akan dicapai.
4. Perlunya partisipasi semua pihak,
dimana semakin besar partisipasi dari semua anggota, maka semakin besar tujuan
yang akan tercapai.
5. Otonomi dan implementasi
rencana, disini bawahan dan manajer bebas untuk mengembangkan dan
mengimplementasikan program-program pencapaian tujuannya.
6. Peninjauan kembali prestasi
yang dilakukan secara periodik terhadap kemajuan tujuan.
Kebaikan dan Kelemahan MBO
Kebaikan : Kelemahan :
1. Mengetahui apa yang
diharap-harapkan dari organisasi.
2. Membantu manajer membuat
tujuan dan sasaran.
3. Memperbaiki komunikasi
vertikal antara manajer dengan bawahan
4. Membuat proses evaluasi.
1. Kelemahan yang melekat pada
proses MBO, dalam konsumsi waktu dan biaya yang besar.
2. Dalam hal pengembangan dan
implementasi program-program MBO.
Unsur-unsur Efektivitas MBO
1. Agar MBO sukses maka manajer
harus memahami dan mempunyai trampilan secara mengetahui kemanfaatan dan
kegunaan dari MBO.
2. Tujuan merupakan hal yang
realistis dan mudah dipahami oleh siapapun juga, sehingga tujuan ini sering
digunakan untuk mengevaluasi prestasi kerja dari manajer, apakah dia berhasil
dalam tugasnya atau gagal.
3. Top manajer harus menjaga
sistem MBO ini tetap hidup dan berfungsi sebagaimana mestinya.
4. Tanpa partisipasi semua pihak
tidaklah mungkin program MBO ini berjalan, maka semua pihak harus mengetahui
posisinya dalam hubungannya dengan tujuan yang akan dicapai, umpan balik
terhadapnya sangat berguna. Bentuk-bentuk Pembuatan Keputusan ( Decision Making
) Pembuatan keputusan yaitu proses serangkaian kegiatan yang akan dilakukan dalam
penyelesaian suatu masalah. Pembuatan keputusan ini dilakukan oleh setiap
jabatan dalam organisasi. Manajer akan membantu keputusan yang berbeda dalam
situasi dan kondisi yang berbeda pula. Bentuk keputusan ini bisa berupa
keputusan yang diprogram (Programmed decisions) atau tidak, bisa juga dibedakan
antara keputusan yang dibuat di bawah kondisi kepastian, resiko dan ketidak
pastian. Keputusan terprogram yaitu keputusan yang dibuat menurut kebiasaan,
aturan atau prosedur yang terjadi secara rutin dan berulang-ulang. Contoh :
penetapan gaji pegawai, prosedur penerimaan pegawai baru, prosedur kenaikan
jenjang kepegawaian dan sebagainya. Keputusan tidak terprogram (non-programmed
decisions), yaitu keputusan yang dibuat karena terjadinya masalah-masalah khusus
atau tidak biasanya. Contoh: pengalokasian sumber daya-sumber daya organisasi,
penjualan yang merosot tajam, pemakaian teknologi yang termodern, dan lain
sebagainya. Keputusan dengan kepastian, resiko dan ketidak-pastian, ini
tergantung dari beberapa aspek yang tidak dapat diperkirakan dan dipastikan
sebelumnya, seperti reaksi pesaing, perubahan perekonomian, perubahan
teknologi, perilaku konsumen dan lain sebagainya. Oleh karena itu ini terbagi
dalam tiga jenis situasi, yaitu : Kepastian (certainty), yaitu dengan
diketahuinya keaaan yang akan terjadi diwaktu mendatang, karena tersedianya
informasi yang akurat dan responsibility. Resiko (risk), yaitu dengan
diketahuinya kesempatan atau probabilitas setiap kemungkinan yang akan terjadi
serta hasilnya, tetapi informasi yang lengkap tidak dimiliki oleh organisasi
atau perusahaan. Ketidak pastian (uncertainty), dimana manajer tidak mengetahui
probabilitas yang dimiliki serta tidak diketahuinya situasi yang akan terjadi
diwaktu mendatang, karena tidak mempunyai informasi yang dibutuhkan. Umumnya
ini menyangkut keputusan yang kritis dan paling menarik.
Proses Pembuatan Keputusan
1. Pemahaman dan Perumusan
Masalah Manajer harus dapat menemukan masalah apa yang sebenarnya, dan
menentukan bagian-bagian mana yang harus dipecahkan dan bagian mana yang
seharusnya dipecahkan.
2. Pengumpuland an Analisa Data
yang Relevan Setelah masalahnya ditemukan, lalu ditentukan dan dibuatkan
rumusannya untuk membuat keputusan yang tepat.
3. Pengembangan Alternatif
Pengembangan alternatif memungkinkan menolak kecenderungan membuat keputusan
yang cepat agar tercapai keputusan yang efektif.
4. Pengevaluasian terhadap
alternatif yang digunakan Menilai efektivitas dari alternatif yang dipakai,
yang diukur dengan menghubungkan tujuan dan sumber daya organisasi dengan
alternatif yang realistic serta menilai seberapa baik alternatif yang diambil
dapat membantu pemecahan masalah.
5. Pemilihan Alternatif Terbaik
Didasarkan pada informasi yang diberikan kepada manajer dan ketidak sempurnaan
kebijaksanaan yang diambil oleh manajer.
6. Implementasi Keputusan Manajer
harus menetapkan anggaran, mengadakan dan mengalokasikan sumber daya yang
diperlukan, serta memperhatikan resiko dan ketidak puasan terhadap keputusan
yang diambil. Sehingga perlu dibuat prosedur laporan kemajuan periodic dan
mempersiapkan tindakan korektif bila timbul masalah baru dalam keputusan yang
dibuat serta mempersiapkan peringatan dini atas segala kemungkinan yang
terjadi.
7. Evaluasi atas Hasil Keputusan
Implementasi yang telah diambil harus selalu dimonitor terus-menerus, apakah
berjalan lancar dan memberikan hasil yang diharapkan.
Keterlibatan Bawahan Dalam
Pembuatan Keputusan Keterlibatan bawahan dalam pembuatan keputusan dapat
bersifat resmi missal dengan pembuatan kelompok, bisa juga bersifat tidak resmi
missal dengan meminta gagasan dan saran-saran. Pembuatan keputusan yang
didasarkan pada sifat formal lebih efektif karena banyak masukan-masukan
pengetahuan yang lainnya. karakteristik situasi keputusan dan gaya pembuatan keputusan
manajemen akan mempengaruhi dan menentukan apakah pembuatan keputusan dilakukan
secara kelompok atau tidak. Metode Kuantitatif Dalam Pembuatan Keputusan
Operasi organisasi semakin komplek dan mahal, sehingga semakin sulit dan
penting manajer dalam membuat rencana dan keputusan. Untuk itu diperlukan
bantuan berbagai teknik dan peralatan kuantitatif. Teknik dan peralatan
kuantitatif pembuatan keputusan dikenal dengan nama teknik management science
dan operations research. Riset operasi menggambarkan, memahami, dan
memperkirakan perilaku berbagai sistem yang komplek dalam kehidupan manusia.
Tujuannya menyediakan informasi yang akurat.
Sumber : www anneahira.com
2.sejarah/latar belakang
manajemen ritel
Latar Belakang
Bisnis ritel merupakan salah satu
usaha yang memiliki prospek cukup baik. Teruatam jika mengamati jumlah populasi
penduduk Indonesia pada tahun 2010 yang diperkirakan mencapai kurang lebih 220
juta jiwa. Alhasil, rasio keberadaan ritel khusunya ritel modern apabila
diabdingkan dengan total penduduk Indonesia masih menunjukkan kesenjangan yang
cukup besar (satu ritel masih harus melayani 500.000 jiwa).
Keberadaan ritel-ritel
tradisional memang masih cukup diperlukan dalam konteks melayani segmen ekonomi
bawah. Namun kemajuan teknoligi dan tuntutan kebutuhan konsumen yang terus
meningkat menjadi pendorong adanya perubahan orientasi bisnis dalam lingkup
bisnis ritel. Jika pada awalnya banyak bisnis ritel yang cukup dikelola secara
tradisional, tanpa dukungan teknologi yang memadai, tanpa pendekatan manajemen
modern dan tanpa berfokus pada kenyamanan dan keinginan untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan.
Pergeseran pola perilaku belanja
pelangan yang terdeteksi dari sejumlah studi yang dilakukan menunjukkan bahwa
aktivitas belanja pelanggan tidak hany dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan
akan barang-barang keperluan hidup, namun lebih mengarah pada terpenuhinya
kebutuhan untuk berekreasi dan berelasi. Kondisi inilah yang mendorong bisnis
ritel tardisional mulai harus peka menaggapi kebutuhan pelanggan yang belum
terpemuhi (un met need) jika mereka ingin tetap bertahan hidup dalam lingkungan
persaingan bisnis ritel yang semakin tajam. Bekal pemahaman terhadap
konsep-konsep pengelolaan ritel modern sangat penting untuk dipahami, mengingat
kegagalan dalam pengelolaan akan menumbulkan resiko kerugian yang cukup besar.
Sedangkan jika seorang pelaku bisnis ritel tetap bertahan dengan pengelolaan
ritel secara tradisional tidak memungkinkan untuk memiliki keunggulan
kompetitif yang berkelanjutan bila dihadapkan dengan semakin banyaknya
ritel-ritel modern yang dikelola dengan modal yang cukup besar maupun
terjadinya perubahan pola belanja konsumen yang mempunyai konsekuansi terhadap
berubahnya kebutuhan mereka terhadap keberadaan sebuah ritel seperti yang telah
dijelaskan di atas.
Pengelolaan ritel modern skala
besar dan kecil membutuhkan kesiapan pengelola dalam arti Sumber Daya Manusia
(SDM) yang memiliki pengetahuan, ketrampilan (baik soft maupun hard skill)
dalam hal manajerial ritel modern dan sekaligus kepekaan dalam melihat peluang
agar dapat memiliki kompetensi untuk bertahan dalam bisnis ritel (continous
competitive advantage).
Untuk itu, dipandang penting
untuk mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan di bidang manajemen ritel yang
akan menambah kesiapan pengelola ritel tradisional maupun ritel modern pada
umumnya dalam mengimplementasikan semua pengetahuan dan konsep manajemen ritel
modern secara terintegrasi khususnya bagi kesiapan dalam mengelola bisnis ritel
modern slaka kecil dan menengah secara mandiri maupun apabila terjun sebagai
bagian dari manajemen suatu perusahaan ritel skala menengah dan besar.
Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai Lembaga
Pengembangan Manajemen Fakultas Ekonomi Unika Widya Mandala urabaya Kajian Manajemen
Ritel adalah: Mengembangkan Sumber Daya Manusia bidang Manajemen Ritel yang
berpengetahuan, berkemampuan dan berkeahlian melalui:
1. Pemberian pengetahuan tentang
dasar-dasar penting secara praktek untuk memulai bisnis ritel modern skala
kecil dan menengah
2. Pemberian kita-kiat untuk
meminimumkan resiko gagal dalam memasuki bisnis ritel modern
3. Menambah peluang sukses
memulai dan bertahan dalam bisnis ritel modern
4. Memberikan referensi penting
untuk sukses dalam bisnis ritel modern
5. Menyusun strategi untuk
mencapai kesuksesan dalam bisnis ritel modern
6. Memberikan pedoman dalam
pembuatan rencana kerja dalam bisnis ritel modern
Sasaran
Para pengusaha kecil dan menengah
yang berkeinginan terjun dalam bisnis ritel sebagai:
1. Pemula dalam bisnis ritel
modern skala kecil dan menengah secara mandiri
2. Tenaga yang akan bergabung
dala operasional perusahaan ritel modern skala kecil dan menengah
3. Pelaku bisnis ritel
tardisional kecil dan menengah yang berkeinginan untuk mengembangkan diri
4. Tenaga yang akan bergabung
dalam manajerial perusahaan ritel modern skala kecil dan menengah pada
tingkatan supervisor/penyelia
2. Para pengusaha ritel
tradisional kecik dan menengah yang menjadi binaan suatu
lembaga/institusi/organisasi lembaga swadaya masyarakat
Bidang Kompetensi
Pelatihan, penelitian dan
konsultasi dalam bidang Manajemen Ritel, meliputi:
1. Perencanaan Bisnis Ritel
(Retail Business Plan)
2. Audit Ritel Manajemen
3. Perencanaan dan Penyusunan
Strategi Pemasaran Ritel
4. Pengelolaan Barang Dagangan
(Merchandise Management)
5. Pengelolaan Operasional Toko
(Store Operation) Kiat Sukses Mengeloal Ritel Modern Skala Menengah dan Kecil
(memulai dan mampu bertahan dalam era kompetisi)
6. Pergeseran Paradigma
Pengelolaan Ritel Tradisional menuju Paradigma Ritel Modern
7. Analisis Perilaku Belanja
Konsumen
8. Retail Mix (Bauran Ritel)
9. Pengelolaan Loss Prevention
10. Studi Kelayakan Bisnis Ritel
Tenaga Pendukung
PPAB – FE UKWMS Kajian Manajemen
Ritel didukung oleh tenaga-tenaga profesional yang berkemampuan dan
berpengetahuan:
1. Dr. Ch. Whiya Utami (Marketing
in Retail Business & Service Management)
2. Margaretha Ardhanari, SE.,
M.Si. (Loss Prevention & Retail Merchandise Management)
3. Veronika Rachmawati, SE.,
M.Si. (Consumer Behavior & Marketing Stategic in Retail Business)
4. Diyah Tulipa, SE., M.Si.
(Store Operation Management & Financial Management in Retail Business)
5. Elisabeth Supriharyanti, SE.,
M.Si. (Inventory & Operation Management in Retail Business)
6. Aries Heru, SE., M.Si. (System
Information and Financial Management in Retail Business)
7. Expert Team from PT Matahari
Putra Prima
3. Klasifikasi Ritel
1. Klasifikasi deskriptif
Pasar ritel dibagi menjadi 2 tipe
yaitu berdasarkan :
a. tipe kepemilikan (type of
ownership)
b. tipe keragaman barang yang
dijual(type of merchandise carried)
2. Klasifikasi strategic
Pasar retel dibedakan berdasarkan
strategi yang digunakan,yaitu :
a. margin/turnover strategy
b.retail price and service
strategy
c. strategic group classification
d. gross margin – merchandise
type classification
3. Klasifikasi tingkat pelayanan
Dibagi menajadi :
a. penjualan eceran swalayan
b. penjualan eceran dengan
memilih dendiri
Contoh : toko baju dipasar
c. penjualan eceran dengan
penjualan terbatas
Contoh : toko elektronik
d. penjualan eceran dengan
pelayanan penuh
Contoh : toko perhiasan,butik
Faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap bisnis ritel adalah 4P yaitu Place,Price,Produck dan Promotion Oleh
karena itu sebelum memulia bisnis ini hendaknya kita harus sudah memahaminya
dengan benar untuk memperkecil resiko kerugian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
kasih komentar boleh, kasih kritik dan saran gak nolak yang pasti masih dengan kata kata yang sopan okeee